Duta Besar Indonesia untuk Austria dan Slovenia Dr. Darmansjah Djumala, SE, MA. Memberikan kuliah umum kepada ratusan mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) yang diselenggarakan di Ruang Kuliah Fisip Unsri, Indralaya, Selasa (21/1/2020).
Kuliah Umum yang diberi tema “Diplomasi Nuklir, Laut Cina Selatan Dan Rohingya: Analisis Politik Luar Negeri Indonesia” tersebut di buka secara resmi oleh Wakil Dekan I FISIP Unsri Prof. Dr. Alfitri, M.Si.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Muhammad Yusuf Abror, SIP. MA. tersebut bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi para peserta dalam memahami politik luar negara Indonesia. Adapun isu yang dibahas dalam kuliah umum ini mengenai isu Laut Cina Selatan, Diplomasi Nuklir, dan Rohingya. Ketiga isu tersebut di bahas dalam kuliah umum ini karena memiliki urgensi yang begitu penting dalam dinamika hubungan internasional.
Dalam paparannya Dr. Darmansjah Djumala menyampaikan pentingnya keterlibatan Indonesia baik langsung maupun tidak langsung dalam ketiga isu tersebut. Sehingga Indonesia sebagai negara yang menjunjung demokrasi dan HAM memiliki stigma positif di dunia internasional.
“Indonesia dalam merespon ketiga isu tersebut menggunakan teknik soft power agar negara yang menjadi sasaran diplomasi Indonesia dapat menerima masukan dan saran. Indonesa mengedepankan prinsip win-win solution karena akan membuat semua pihak senang daripada zero-sum game yang akan berdampak negatif dalam hubungan antar negara” Ujarnya.
Lebih jauh dirinya mengatakan dalam isu nuklir Indonesia menekankan kepada teknologi nuklir yang bermanfaat bagi umat manusia, nuklir untuk keamanan, dan nuklir untuk pengawasan. Salah satu manfaat nuklir yang sudah diterapkan Indonesia adalah penggunaannya pada peternakan sapi guna mengetahui usia kandungan, mutasi radiasi nuklir untuk memperbanyak hasil panen padi, dan pengawetan produk pangan/ perikanan agar memiliki usia simpan yang lebih panjang.
Dirinya menambahkan, pembahasan isu Laut Cina Selatan menjadi pokok bahasan yang begitu hangat karena saat ini laut Natuna Utara yang bersinggungan langsung dengan Laut Cina Selatan sedang dalam klaim Republik Rakyat Cina. Dijelaskannya pendekatan dalam Politik Luar Negari ada dua, yaitu; legalistic approach yang mengedepankan hukum internasional dan realistic approach yang mengedepankan power (kekuatan) suatu negara.
“Dalam isu Laut Cina Selatan, Cina menggunakan pendekatan realistik dibandingkan legalistik (hukum) karena Cina sampai saat ini tidak mampu menjelaskan titik koordinat secara jelas mengenai konsep Nine Dash Line yang mereka klaim di Luat Cina Selatan. Sehingga Cina mengedepankan power mereka, yaitu penggunaan coast guard dan militer untuk mengukuhkan klaim tersebut (effective occupation). Sedangkan Indonesia tetap berpegang teguh legalistic approach, yaitu UNCLOS dimana Cina juga telah meratifikasi Hukum Laut Internasional. Sehingga sudah seharusnya Cina menghormati apa yang sudah mereka sepakati” ujar Dr. Darmansjah Djumala menjelaskan.
Lebih lanjut Dr. Djumala menjelaskan mengenai isu Rohingya. Menurutnya isu Rohingya jangan hanya dilihat dari isu budaya dan agama saja. Namun harus dari segi politik kenegaraan yang menjunjung diplomasi bijaksana. Indonesia menggunakan soft power untuk mendekati Myanmar agar mau duduk bersama membicarakan isu Rohingya. Hasilnya Indonesia di terima oleh Aung San Suu Kyi untuk bersama-sama mencari solusi. Dia menyebutkan pembicaraan heart to heart ini menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang diterima langsung oleh Myanmar.
Kuliah Umum yang diikuti sebanyak dua ratus mahasiswa dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP tersebut tampak sangat interaktif, beberapa mahasiswa antusias terlibat dalam sesi tanya jawab. (Rill Fisip/Ara)